Mengenal Desensitisasi: Dampak Paparan Berulang pada Perasaan dan Empati

Pernah nggak sih kamu merasa biasa aja saat melihat adegan kekerasan di film, berita, atau media sosial, padahal dulu hal kayak gitu bikin kamu nggak nyaman? Kalau iya, bisa jadi kamu lagi mengalami desensitisasi. Ini adalah kondisi saat kita jadi kurang peka terhadap sesuatu karena terlalu sering terpapar. Dalam psikologi, desensitisasi sering dibahas dalam konteks paparan kekerasan di media, pengalaman trauma, atau stres berat dalam hidup sehari-hari (Zucchelli & Ugazio, 2019).

Desensitisasi terjadi karena otak kita terbiasa melihat hal yang sama berulang-ulang. Awalnya, kita mungkin merasa takut, sedih, atau jijik saat melihat kekerasan. Tapi kalau terus-terusan terpapar, lama-lama respons emosional kita bisa berkurang (Zucchelli & Ugazio, 2019). Misalnya, remaja yang hidup di lingkungan penuh kekerasan awalnya mungkin merasa takut, tapi setelah sering melihat atau mengalami sendiri, mereka jadi terbiasa dan nggak lagi merasa terganggu. Studi dari Anderson dkk. (2010) menunjukkan kalau remaja yang sering terpapar kekerasan cenderung lebih agresif dan justru mengalami penurunan rasa takut atau sedih (Anderson et al., 2010). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Zucchelli dan Ugazio (2019), paparan kekerasan berdurasi hanya lima menit yang terjadi berulang kali terbukti secara signifikan mampu menurunkan tingkat empati seseorang. selain itu  menurut Menurut Dwyer (dalam Angreini, 2017),Tayangan visual yang kita lihat di media sosial maupun televisi mampu membentuk cara kita merespons situasi sehari-hari, karena sekitar 94% informasi yang kita terima masuk melalui indera penglihatan dan pendengaran. Hal ini menunjukan bahwa sesuatu yang kita lihat sehari- hari akan sangat berpengaruh terhadap perasaan kita 

Sebuah penelitian kuantitatif terhadap 100 remaja SMA di DKI Jakarta menunjukkan bahwa paparan tayangan kekerasan memiliki pengaruh sebesar 65,93% terhadap meningkatnya perilaku agresif pada remaja (Nabila & Sugandi, 2020) remaja yang menonton film Joker lebih dari satu kali menunjukkan kecenderungan lebih mudah marah, berbicara kasar, dan menunjukkan sikap permusuhan. Tingginya angka ini menegaskan bahwa paparan kekerasan yang berulang tidak hanya berkaitan dengan peningkatan agresivitas, tetapi juga berpotensi menurunkan kepekaan emosional, termasuk empati. Ketika seseorang terlalu sering melihat kekerasan, respons emosionalnya terhadap penderitaan orang lain dapat melemah, karena otak menjadi semakin terbiasa dan tidak lagi merespons seperti sebelumnya.

Yang perlu diwaspadai, desensitisasi ini nggak cuma soal perasaan aja, tapi juga bisa mengurangi empati kita terhadap orang lain. Studi meta-analisis menunjukkan kalau paparan berulang terhadap video game atau film kekerasan bisa bikin seseorang kurang peduli, lebih lambat menolong orang lain, bahkan menganggap kekerasan itu sesuatu yang biasa (Anderson et al., 2010). Penelitian terbaru yang menggunakan metode Event-Related Potential (ERP) juga menemukan kalau paparan jangka panjang terhadap kekerasan bikin otak jadi kurang responsif terhadap rasa sakit yang dialami orang lain, apalagi di kalangan remaja dan dewasa muda (Mrug et al., 2016).

Kalau desensitisasi ini dibiarkan terus, dampaknya bisa lebih serius lagi, sampai mempengaruhi perkembangan moral. Anak atau remaja yang sering terpapar kekerasan bisa jadi kesulitan buat mengambil keputusan yang adil dan etis, bahkan lebih mudah membenarkan perilaku agresif dalam situasi tertentu (Mrug et al., 2016; Anderson et al., 2019). Dalam jangka panjang, ini bisa memperkuat budaya kekerasan di masyarakat.

Desensitisasi bukan sesuatu yang terjadi tiba-tiba, tapi berkembang perlahan dan seringkali tanpa kita sadari. Karena itu, penting banget buat lebih bijak memilih konten yang kita konsumsi, serta menjaga kepekaan emosional lewat aktivitas yang melatih empati, kayak ngobrol soal perasaan dengan orang lain atau ikut kegiatan sosial. Jadi, kalau kamu mulai merasa “biasa aja” lihat kekerasan, jangan anggap sepele, ya. Itu bisa jadi tanda penting buat kita lebih perhatian sama kesehatan emosional kita sendiri.

Ternyata, terlalu sering terpapar bisa bikin kita jadi kebal perasaan tanpa sadar ya. Kalau mau bahas lebih dalam tentang emosi dan kesehatan mental lainnya, langsung mampir ke https://welasasihconsulting.id/. Kamu juga bisa curhat atau konsultasi bareng profesional di Welas Asih Consulting. Kontak Minsih di https://wa.me/6281229195390 ya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top