Indonesia Peringkat Keempat Kasus Pernikahan Dini di Dunia, Ini Dampak Psikologis yang Mereka Alami

Pernikahan dini masih menjadi fenomena yang marak terjadi di Indonesia. Meskipun sebenarnya sudah ada upaya legislatif dengan menaikkan batas usia perkawinan. Berdasarkan data BPS dan UNICEF, angka pernikahan anak di Indonesia masih sangat tinggi sehingga menempatkan Indonesia menjadi peringkat keempat kasus pernikahan anak tertinggi di dunia. Hal ini terjadi karena disparitas antara regulasi dan praktik di lapangan masih lebar, terutama untuk daerah pedesaan atau kelompok masyarakat tertentu yang masih terikat pada aturan adat atau kondisi ekonomi.

Secara psikologis, pernikahan dini bisa kita ibaratkan dengan memaksakan tunas muda untuk berbuah sebelum waktunya. Anak-anak dan remaja di bawah usia 19 tahun utamanya perempuan belum siap untuk memikul tanggung jawab pernikahan dan pengasuhan anak. Pada fase inilah, mereka sedang melalui tahap penting untuk mengembangkan identitas, mematangkan emosi, melatih kemampuan pengambilan keputusan, dan fokus pada pendidikannya.

Memasuki pernikahan dalam kondisi prematur akan merampas kesempatan mereka untuk mengeksplorasi potensi dalam dirinya, mengembangkan skill sosial emosional, dan menyelesaikan pendidikan secara formal. Jadi, banyak diantara mereka yang belum memiliki coping mechanism yang memadai ketika diharuskan menghadapi konflik rumah tangga, tekanan finansial, atau tantangan menjadi orang tua. Hal ini bisa membuat mereka mengalami stress, depresi, dan kecemasan berlebih.

Adapula risiko lain seperti Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) baik secara fisik maupun emosional, maupun seksual. Banyak juga yang mengalami isolasi sosial dimana mereka terputus dari teman sebaya dan lingkungan sosial yang mendukung. Kondisi ini bisa menghambat perkembangan kognitif dan sosial mereka, menyebabkan rendahnya harga diri, perasaan tak berdaya, bahkan memicu gangguan kesehatan mental yang serius.

Terlebih jika langsung memiliki anak, lingkaran kekerasan dan kurangnya dalam pengasuhan bisa terulang dan kembali menciptakan trauma transgenerasi. Upaya pencegahan pernikahan dini harus menjadi agenda prioritas nasional. Perlu adanya edukasi komprehensif mengenai kesehatan reproduksi, life skills, dan dampak negatif pernikahan dini harus gencar dilakukan di sekolah maupun komunitas.

Dukungan secara psikologis maupun sosial bagi remaja dan keluarga, pemberdayaan ekonomi bagi perempuan, dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku dan fasilitator pernikahan dini. Kita harus bisa memastikan bahwa setiap anak mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya, meraih potensi penuh untuk masa depan, dan membangun pondasi psikologis yang kuat.

Kalau masih ingin tahu info yang lain langsung saja cek https://welasasihconsulting.id/. Nah, Welas Asih Consulting juga bisa menjadi salah satu alternatif bagi kamu yang ingin berkonsultasi loh, for more info kamu bisa hubungi Minsih  melalui nomor berikut ini https://wa.me/6281229195390 ya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top