
Pernah nggak sih kamu merasa canggung saat harus berkumpul dengan teman baru yang berasal dari daerah yang budayanya sangat berbeda denganmu? Atau mungkin, saat kamu pindah ke kota lain dan tiba-tiba kebiasaan kecil seperti cara menyapa orang terasa aneh buat orang sekitar? Kalau iya, bisa jadi kamu sedang mengalami cultural dissonance.
Cultural dissonance adalah perasaan bingung, tidak nyaman, atau bahkan tertekan saat nilai budaya yang kita pegang berbenturan dengan budaya baru yang kita hadapi. Menurut Lahire (2008), perbedaan ini wajar terjadi karena setiap orang membawa banyak pengaruh budaya dari berbagai pengalaman hidup. Jadi, saat kita bertemu budaya lain yang tidak sesuai dengan apa yang biasa kita lakukan, wajar kalau muncul perasaan tidak nyaman.
Di Indonesia, fenomena ini gampang banget kita temui. Misalnya, seseorang yang besar di daerah timur indonesia seperti Nusa Tenggara Timur, di mana budaya ngobrol santai dan cepat itu biasa, bisa merasa kikuk saat pindah ke daerah yang lebih menjunjung tinggi kesopanan dalam berbicara, seperti di daerah Jawa Tengah . Atau sebaliknya, orang dari daerah yang terbiasa berbicara halus bisa merasa “kalah cepat” saat harus berhadapan dengan gaya komunikasi di kota besar yang serba to the point.
Menurut Nainggolan dkk. (2022), disonansi budaya ini terjadi karena adanya ketegangan antara nilai lama yang kita pegang dengan nilai baru yang kita temui. Akibatnya, tidak jarang kita merasa serba salah: mau mempertahankan kebiasaan sendiri takut dianggap tidak sopan, tapi mau mengikuti budaya baru pun terasa tidak nyaman.
Selain dalam urusan komunikasi, cultural dissonance juga sering muncul dalam hal gaya hidup. Contohnya, ada orang yang terbiasa hidup sederhana di kampung halaman, tapi merasa tertekan saat tinggal di kota besar di mana segala sesuatu diukur dari merek barang, gaya berpakaian, atau media sosial. Tekanan untuk “menyesuaikan diri” ini kadang bisa membuat orang merasa kehilangan identitas dirinya. Langseth dan Vyff (2021) juga menjelaskan bahwa saat kita menghadapi perbedaan budaya, seringkali muncul konflik batin antara apa yang kita yakini dengan apa yang diharapkan lingkungan. Dan ini bisa menimbulkan stres kalau tidak dikelola dengan baik.
Penelitian terhadap mahasiswa perantauan di salah satu kampus di Kota Semarang menemukan bahwa 50% responden mengalami stres karena rasa rindu pada rumah dan budaya asal, dan sekitar 39% lainnya kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru (Fitri dkk., 2024). Hal ini membuktikan bahwa cultural dissonance adalah hal yang sangat lumrah terjadi pada mahasiswa rantau ataupun orang orang yang merantau.
Tapi jangan khawatir. Mengalami cultural dissonance itu bukan berarti kita gagal beradaptasi. Justru ini tanda bahwa kita sedang belajar memahami dunia yang lebih luas. Yang penting adalah memberi waktu untuk diri sendiri, terbuka terhadap perbedaan, dan tetap setia pada nilai-nilai yang memang kita anggap penting.
Ternyata perbedaan budaya bisa membuat kita merasa asing bahkan terhadap diri sendiri ya. Kalau kamu ingin bahas lebih banyak tentang adaptasi dan kesehatan mental, langsung aja ke https://welasasihconsulting.id/. Di sana kamu juga bisa konsultasi bareng profesional biar tetap nyaman menjalani perubahan. Info lebih lengkap? Chat Minsih di https://wa.me/6281229195390 ya!