Kita sering mendengar ungkapan “kerja keras adalah kunci sukses”. Namun, apakah bekerja tanpa henti benar-benar menjadi indikator produktivitas yang tinggi? Anggapan bahwa semakin banyak waktu yang kita habiskan untuk bekerja, semakin banyak pula yang dapat kita capai, telah mengakar dalam budaya kerja kita. Namun, pandangan ini perlu kita telaah lebih mendalam.
Pandangan bahwa produktivitas diukur dari jumlah jam kerja yang panjang telah membentuk budaya kerja yang melelahkan. Banyak pekerja merasa tertekan untuk selalu online dan responsif, bahkan di luar jam kerja. Konsekuensinya, kesehatan mental dan fisik mereka terganggu, dan kualitas pekerjaan pun menurun.
Faktanya, produktivitas yang sesungguhnya tidak hanya diukur dari kuantitas pekerjaan yang selesai, tetapi juga kualitas hasil kerja. Penelitian menunjukkan bahwa bekerja terlalu lama tanpa istirahat justru dapat menurunkan produktivitas. Otak manusia membutuhkan waktu untuk beristirahat dan memproses informasi. Dengan memberikan waktu yang cukup untuk istirahat dan melakukan aktivitas yang menyenangkan, kita dapat kembali bekerja dengan lebih fokus dan kreatif.
Selain itu, produktivitas juga berkaitan dengan efisiensi. Mampu menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat waktu adalah tanda produktivitas yang baik. Namun, efisiensi tidak selalu berarti bekerja lebih cepat. Terkadang, kita perlu meluangkan waktu untuk merencanakan pekerjaan, mengelola waktu dengan baik, dan menghindari multitasking yang tidak efektif. Anggapan bahwa bekerja tanpa henti adalah tanda produktivitas adalah sebuah mitos. Produktivitas yang sebenarnya adalah hasil dari kombinasi antara kerja keras, efisiensi, dan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Dengan memahami hal ini, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif bagi diri kita sendiri dan orang lain.
Ingin menjalin kerja sama? hubungi Welas Asih Consulting sekarang!
Kunjungi welasasihconsulting.id atau hubungi 0812-2919-5390.