Psikologi Forensik di Indonesia: Peran, Praktik, dan Tantangan dalam Sistem Hukum

Pada kasus pembunuhan yang menggegerkan masyarakat, media ramai memberitakan, polisi bergerak cepat, hingga tersangka berhasil ditangkap. Tapi dibalik bukti fisik dan pengakuan, apa sih motif dari sebuah kasus pembunuhan?

Apakah pelaku sadar saat melakukan kejahatan? Atau ada faktor lain yang mendorong tindakan sadis itu? Di sinilah peran penting psikolog forensik, menjembatani dunia hukum dan psikologis manusia untuk membuka kebenaran.

Apa Itu Psikologi Forensik?

Psikologi forensik pada dasarnya adalah cabang ilmu yang menggabungkan psikologi dan hukum, yang diterapkan langsung dalam sistem peradilan (Cherry, 2022). Saat ini, minat terhadap psikologi forensik semakin meningkat. Perkembangan ini menunjukkan betapa pentingnya peran psikolog forensik dalam peradilan dan proses hukum.

Forensik di Indonesia

Di Indonesia, psikologi forensik mulai mendapat tempat penting dalam sistem hukum. Menurut Kumar (2024), peran psikolog forensik yang semakin vital dalam mendukung proses hukum melibatkan berbagai tugas asesmen kejiwaan, antara lain:

1.  Evaluasi Psikologis Tersangka dan Korban

Psikolog forensik bertugas menilai kondisi mental tersangka untuk menentukan apakah ia mampu bertanggung jawab secara hukum. Pada korban, psikolog forensik membantu mengungkap dampak psikologis akibat tindak pidana yang sering menjadi bukti penting dalam pengadilan.

2.  Penyusunan Profil Kriminal

Dalam proses investigasi, psikolog forensik bertugas membantu polisi dalam membuat profil psikologis tersangka berdasarkan pola kejahatan yang ditemukan.

3.  Pemberian Kesaksian Ahli di Persidangan

Di persidangan, psikolog forensik sering diminta untuk memberikan keterangan ahli dan menyampaikan hasil asesmen psikologis secara profesional dan objektif.

Praktik Psikologi Forensik: Studi Kasus Mutilasi Koper Merah (2025)

Salah satu contoh nyata peran penting psikologi forensik adalah kasus pembunuhan dan mutilasi yang menggemparkan masyarakat Indonesia pada Januari 2025 di Ngawi, Jawa Timur. Pada kasus ini, tersangka RTH alias Antok (32 tahun) didakwa membunuh dan memutilasi kekasihnya, UK (29 tahun), lalu menyembunyikan potongan tubuh korban dalam sebuah koper merah.

Tim psikologi forensik dari Polda Jawa Timur melakukan evaluasi terhadap RTH. Hasil asesmen mengungkap bahwa RTH menunjukkan karakteristik psikopat narsistik, atau individu dengan tingkat empati yang sangat rendah, kecenderungan emosi meledak-ledak, serta ketenangan ekstrem saat melakukan tindakan sadis. Gangguan kepribadian ini menjawab pertanyaan mengapa RTH mampu melakukan pembunuhan tanpa menunjukkan penyesalan sedikit pun.

Temuan psikolog forensik ini menjadi bukti penting dalam memahami motif pelaku secara lebih mendalam. Selain memperkuat dakwaan, hasil evaluasi tersebut juga membantu menentukan apakah pelaku perlu hukuman tambahan, rehabilitasi khusus, atau perlakuan hukum lain yang sesuai dengan kondisi mentalnya.

Tantangan dalam Pengembangan Psikologi Forensik di Indonesia

Meskipun peran psikologi forensik di Indonesia semakin penting, pengembangannya masih menghadapi tantangan besar, seperti:

1.  Keterbatasan Tenaga Ahli

Jumlah psikolog forensik yang tersedia di Indonesia masih sangat sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pada sistem hukum. Dengan hanya sekitar 300 anggota asosiasi psikologi forensik, jumlah tersebut tentu sangat terbatas mengingat banyaknya kasus yang harus ditangani (Kompasiana.com, 2023). Padahal, peran psikolog forensik sangat krusial dalam membantu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan untuk memberikan penilaian yang objektif dan mendalam. 

2.  Kurangnya Pendidikan dan Pelatihan Khusus

Di Indonesia, masih sedikit universitas yang menawarkan program spesifik dalam psikologi forensik. Padahal, di banyak negara lain seperti Amerika Serikat dan Australia, program pascasarjana dalam psikologi forensik sudah berkembang sangat pesat.

3.  Tantangan Etis dan Kultural

Dalam budaya yang beragam, psikolog forensik harus memahami faktor budaya yang mempengaruhi perilaku individu. Johnson (2017) menyoroti bahwa tantangan lintas budaya dalam psikologi forensik harus ditangani dengan pendekatan yang adaptif dan tepat.      

Psikologi forensik bukan hanya soal membaca pikiran pelaku kejahatan, tapi juga menjembatani antara ilmu psikologi dan keadilan hukum. Di dunia yang semakin kompleks, psikologi forensik dapat menjadi mata yang tajam dan suara yang objektif di ruang-ruang pengadilan.

Kunjungi artikel-artikel menarik di welasasihconsulting.id. Jika kamu membutuhkan bantuan atau ingin berkonsultasi lebih lanjut, psikolog kami siap mendengarkan dan memberikan layanan melalui WhatsApp https://wa.me/6281229195390.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top